SOSIAL : GAZA TODAY.
ISRAEL terus
melakukan aksi brutal tanpa pandang bulu di Gaza. Akhir-akhir ini pesawat
tempur F-16 milik Israel kembali melakukan serangan udara dan menembaki gedung
dan warga sipil. Dari serangan ini, kembali tanah Palestina dibasahi oleh
darah-darah para syuhada. Hingga kini korban tewas tercatat lebih dari 100
orang, mulai dari laki-laki, perempuan, orangtua, hingga anak-anak dibunuh
dengan sadisnya.
Ratusan mayat menjadi saksi atas kekejaman dan
kebiadaban Israel. Namun, Gaza harus kembali menangis, lantaran tentara muslim
yang terdekat dengan Gaza tidak ada yang mau membantu untuk mengusir Israel.
Para penguasa muslim pun hanya melakukan kecaman tanpa ada aksi nyata untuk
mengusir Israel. Umat Islam seolah bungkam dan tak mau tahu. Bahkan, selang
beberapa hari dari serangan brutal ini, menlu Israel berjabat tangan dengan
penguasa Mesir, seolah Mesir memberikan restu untuk melakukan pembunuhan terhadap
kaum Muslim Palestina.
Sangat menakutkan melihat kondisi seperti ini,
umat Islam tidak peduli dengan muslim yang lain. Bahkan mereka tega menyaksikan
saudaranya dibantai oleh laknatullah Israel. Ini sebuah bukti nyata, umat Islam
bertindak individualistis di bawah payung nasionalisme yang menjadi ikatan kita
saat ini. Menurut Wikipedia, nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan
dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama
untuk sekelompok manusia. Maka, wajar sering muncul pernyataan, "Kita
tidak usah mengurusi masalah Palestina, karena kita beda negara." Coba
bayangkan jika kita yang ada pada posisi Palestina, apakah kita tidak menangis
mendengar saudaranya sendiri berkata demikian? Padahal kaum muslim adalah satu
tubuh.
"Umat muslim ibarat satu tubuh,
jika tubuh yang satu sakit, maka tubuh yang lain pun akan merasakan sakit." (HR.Muslim)
Ini semua terjadi, tidak lain dan tidak bukan
karena sekat nasionalisme. Sekat inilah yang menjadikan kita terpecah belah
menjadi negara-negara kecil, yang membuat kita tidak peduli satu sama lain.
Sudah saatnya kita campakkan nasionalisme, dan kembali pada ikatan yang fitrah,
yaitu ikatan akidah Islam, yang bisa terwujud hanya dengan sistem Islam dalam
bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Dan hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyah
saja, kita bisa mempunyai tempat berlindung.
"Sesungguhnya Imam/Khalifah itu
laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan
berlindung kepadanya." (HR
Muslim).
Permasalahan Gaza tidak akan pernah selesai,
sebelum kita menerapkan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Hanya
khilafah yang akan mampu untuk mengerahkah tentara muslim untuk Palestina dan
hanya khilafah Islamiyah yang akan meilindungi Palestina dan seluruh umat
muslim di dunia. Bukan kapitalisme, bukan pula nasionalisme!(Okezone.com)
Gaza City Kamis pagi
(22/11) tak ubahnya Gaza City sebelum Israel memulai gempuran pada Rabu pekan
lalu (14/11), semua kembali ke normal. Jalanan macet, toko-toko buka lagi,
serta antrean panjang terlihat di bank dan anjungan tunai mandiri (ATM).
Seperti dilaporkan BBC, sejumlah warga juga terlihat bersih-bersih. Perbaikan
bangunan yang rusak karena hantaman misil Israel juga mulai dilakukan.
"Situasinya sangat bagus hari ini (kemarin). Kami kembali ke kehidupan
normal," kata Hani Ramadeh, 40, seorang pedagang buah-buahan di Gaza City,
kepada Reuters.
Normalnya kembali Gaza itu tak terlepas dari tercapainya kesepakatan gencatan
senjata antara Hamas -kelompok yang menguasai Jalur Gaza sejak 2007-dan Israel.
Figure 1. Gaza.
Sebagaimana diumumkan dalam jumpa pers bersama Menteri Luar Negeri Mesir
Mohamed Kamel Amr dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton pada
Rabu tengah malam WIB (21/11), kesepakatan mengakhiri konflik yang telah
menelan 160 korban jiwa di Gaza dan lima di Israel itu mulai dijalankan pada
Kamis pukul pukul 01.00 WIB (22/11).
Mesir dan AS berperan besar atas tercapainya kesepakatan tersebut. Presiden
Mohamed Morsi melobi Hamas, sedangkan Presiden AS Barack Obama menekan Perdana
Menteri Benjamin Netanyahu.
Berdasar kesepakatan itu, Israel harus menghentikan semua serangan ke Gaza dari
udara, laut, dan darat serta berhenti melakukan pembunuhan kepada sejumlah
individu. Sebaliknya, Hamas dan semua faksi di Palestina juga harus
menghentikan serangan roket ke wilayah Israel.
Dalam waktu 24 jam setelah gencatan dijalankan, harus dimulai negosiasi untuk
mengakhiri blokade Israel atas Gaza sehingga lalu lintas orang dan barang ke
Gaza tak terhambat. Kedua pihak juga harus menjamin kepada Mesir sebagai
mediator kesepakatan itu untuk tak melanggarnya. Jika ada pelanggaran, Hamas
dan Israel harus segera mengambil tindakan.
Dalam 90 menit pertama setelah kesepakatan itu dijalankan, Pasukan Pertahanan
Israel (IDF) mengklaim masih ada tiga tembakan roket dari Gaza ke wilayah
mereka. Dua di antara tiga roket itu berhasil dirontokkan "Kubah
Besi", sistem pertahanan antirudal mereka. Namun, The Independent mencatat
total ada 18 roket yang ditembakkan kedua pihak dalam kurun waktu tersebut.
Di Tepi Barat, wilayah Palestina yang dikuasai Fatah, kelompok Palestina
moderat yang didukung AS, Israel juga menangkap 55 orang yang dituding terlibat
operasi teror. Dua warga Palestina bahkan terbunuh dalam aksi tembak-menembak
yang mengiringi penangkapan masal itu.
Dengan kata lain, ganjalan memang masih ada di sana sini. Karena itu, kendati
berusaha menahan diri, para petinggi Hamas dan Israel masih terkesan saling
mengancam.
Kendati gencatan senjata itu masih seperti api dalam sekam, warga Gaza dan
Israel toh tetap merayakannya. Suasana kegembiraan itu terutama terasa di Gaza.
Jalanan yang semula sepi karena para penduduk memilih bersembunyi di
perlindungan mendadak dipenuhi konvoi warga.
Tanpa memedulikan pesawat tanpa awak Israel yang masih berseliweran, sebagian
di antara warga Gaza itu menembakkan senapan ke udara sebagai luapan
kebahagiaan.
"Hari ini (kemarin) sungguh berbeda. Kopi pagi terasa berbeda dan saya
merasa kami memulai sebuah tahap baru," kata Ashraf Diaa, 38, seorang
insinyur di Gaza City, kepada Associated Press.
Kini tahap selanjutnya adalah implementasi pembukaan blokade Israel atas Gaza
yang berlangsung sejak Hamas memenangi pemilu di wilayah seluas 40
kilometer x 10 kilometer tersebut pada 2007.
Tujuannya, berbagai bantuan internasional yang menumpuk di Rafah -perbatasan
Gaza dengan Mesir- bisa segera didistribusikan.
Sumber-sumber di kalangan diplomat di Jerusalem menyebutkan, pencabutan blokade
bakal dilakukan secara bertahap. Diawali penarikan sekitar 60 ribu pasukan
Israel yang ditempatkan di sepanjang perbatasan dengan Gaza. Tahap berikutnya,
pencabutan larangan lalu lintas orang dan perdagangan barang. (JPNN.com)
Setelah delapan hari perang antara pejuang Palestina dengan
tentara Israel, dengan kekuatan yang ditunjukkan pejuang Palestina hingga
mendobrak jantung Kota Tel Aviv dan Tel Rabe', akhirnya gencatan senjata
disepakati kedua belah pihak.
Militer dan pemerintah Israel mengakui kekalahan,
karena banyaknya korban yang berjatuhan di pihak mereka. Apalagi muncul desakan
dari warga Yahudi yang memprotes kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Memang benar, pihak pejuang dan warga Gaza pun
menjadi korban serangan Israel, yang mengakibatkan gedung pemerintah dan rumah
warga sipil hancur diterjang roket yang diluncurkan baik melalui drone (pesawat
tanpa awak) maupun pesawat tempur jet F-16.
Tercatat dalam sejarah, baru kali ini pejuang
Palestina berhasil membuat Tel Aviv panik tiada tara. Dan baru kali ini pejuang
Palestina menunjukkan kekuatan mereka kepada pihak Israel, yang berujung pada
permintaan Israel untuk gencatan senjata.
Tidak hanya sekali permintaan gencatan senjata
diajukan langsung oleh Israel, akan tetapi pejuang Palestina sempat beberapa
kali menolak gencatan senjata tersebut. Setelah membuat panik Tel Aviv,
akhirnya pejuang Palestina menerima gencatan senjata bersyarat atas garansi
pemerintah Mesir, yaitu Presiden Muhammad Mursi.
Berikut sejumlah syarat gencatan antara
Hamas-Israel: Pertama, selama gencatan senjata pihak Israel dilarang melakukan
pengeboman yang mengakibatkan tewasnya warga Gaza. Kedua, Israel dilarang
melakukan intimidasi atau operasi pembunuhan terhadap petinggi Palestina,
khususnya di Jalur Gaza. Dan ketiga, pencabutan blokade yang masih berlangsung
di Jalur Gaza.
Untuk permintaan yang ketiga ditolak oleh
pemerintah Israel dan hingga saaat ini blokade masih berlangsung di Gaza. Hal
ini terlihat berdasarkan pantauan kontributor ROL sekaligus relawan MER-C
Indonesia di Jalur Gaza, Abdillah Onim. Hingga saat ini para relawan masih
sulit untuk masuk ke Gaza, demikian pula dengan bantuan lainnya.
Keberhasilan yang diraih oleh pejuang Palestina
sehingga melemahkan kekuatan tentara Israel ini tidak lain atas bantuan dari
seluruh pihak, terutama negara-negara Islam baik Arab maupun non-Arab.
Perdana Menteri Palestina di Jalur Gaza, Ismail
Haniyah, dalam pidatonya mengucapkan terima kasih kepada negara-negara yang
telah mendukung perjuangan Palestina. “Kami ucapkan terima kasih kepada Turki
yang mendukung secara moril. Juga kepada negara-negara Arab, Iran, Malaysia,
dan Indonesia,” kata Haniyah.
Pembangunan RSI
berlanjut
Setelah kesepakatan
gencatan senjata atau pemberhentian perang, kondisi Jalur Gaza mulai pulih.
Warga sudah memulai aktivitas mereka kembali, pasar mulai ramai, sekolah dan
kegiatan perkantoran juga kembali normal.
Saat perang berlangsung selama sepekan lebih,
pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Distrik Beit Lahiya, Gaza utara,
sempat diistirahatkan sementara waktu, mengingat lokasi RSI yang berdekatan
dengan perbatasan Gaza-Israel—sekitar dua kilometer.
Sehari setelah gencatan senjata, para tukang yang
didatangkan dari Indonesia langsung beraksi kembali untuk melakukan pembangunan
RSI. Dan hingga saat ini, pembangunan RSI terus berlangsung.
Dr Mufed selaku Menteri Kesehatan Palestina di
Jalur Gaza dan para dokter yang bertugas di Rumah Sakit Asy-Syifa sempat
menanyakan bagaimana pembangunan RSI kepada para relawan MER-C.
Para relawan pun menegaskan pembangunan RSI akan
terus berlanjut sesuai dengan komitmen MER-C sesuai dan amanah rakyat
Indonesia. Peran RSI di Gaza sangat vital dan harus segera diselesaikan agar
dapat dimanfaatkan oleh rakyat Gaza, khususnya warga Gaza utara.
Dr Mufed tak menampik jika keberadaan RSI di Gaza
utara sangat dibutuhkan, mengingat sulitnya evakuasi korban menuju RS Asy-Syifa
di pusat Kota Gaza, jika Israel melancarkan serangan lagi. “Jika RSI sudah
berdiri, maka pasien yang dari Gaza utara tidak lagi dievakuasi ke Asy-Syifa,
namun langsung dirawat di RSI,” kata Mufed.
Mewakili seluruh rakyat Palestina, khususnya di
Jalur Gaza, Dr Mufed mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
rakyat dan pemerintah Indonesia. “Semoga RSI segera berdiri dan dapat melayani
warga Gaza,” ujarnya. (REPUBLIKA.CO.ID, GAZA)
Warga Palestina yang berada di wilayah
Gaza menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Iran. Selama serangan Israel
ke Gaza yang berlangsung 8 hari, Iran dinilai berperan besar membantu rakyat
Palestina melawan Israel lewat senjata-senjata yang dikirimkannya.
Tidak tanggung-tanggung, ucapan terima kasih ini
disampaikan melalui sebuah baliho raksasa yang dipasang di tiga lokasi
persimpangan jalan utama di wilayah Gaza. Baliho tersebut bertuliskan bahasa
Arab maupun bahasa Inggris yang berbunyi: 'Thanks and gratitude for
Iran'.
Pada baliho tersebut juga tercetak bendera kedua
negara. Demikian seperti dilansir Press
TV, Kamis (29/11/2012).
Diketahui bahwa Iran mensuplai senjata bagi
kelompok-kelompok perlawanan Palestina. Salah satunya, senjata canggih berupa
roket Fajr-5.
Roket inilah yang menghantam wilayah Tel Aviv dan
al-Quds (Yerusalem) saat krisis Gaza berlangsung belum lama ini. Roket-roket
ini ditembakkan oleh militan di Gaza sebagai balasan atas serangan udara Israel
yang menewaskan 166 warga Palestina dan melukai 1.200 orang lainnya.
Krisis Gaza diakhiri dengan kesepakatan gencatan
senjata antara Israel dengan Hamas pada 21 November malam. Sejak saat itu,
seluruh serangan harus dihentikan tanpa terkecuali.
Sementara itu, pekan ini bantuan kemanusiaan dari
Organisasi Bulan Sabit Merah Iran (IRCS) siap untuk dikirimkan ke wilayah Gaza
melalui wilayah pantai. Direktur IRCS urusan internasional, Shahabeddin
Mohammadi Eraqi menyatakan, pihaknya mempersiapkan bantuan bagi rakyat
Palestina yang membutuhkan, sesuai dengan yang didata oleh Organisasi Bulan
Sabit Merah Palestina di Gaza.—NPH.